Metalfreaks, salah satu faktor pendukung dari sebuah komunitas (baca: metal) adalah adanya event – event pentas/konser yang menampilkan band – band dari komunitas tersebut. Semakin banyak event yang digelar bisa dijadikan indikator bahwa komunitas atau scene tersebut aktif atau hidup. Begitu juga sebaliknya jika frekwensi event jarang bahkan tidak pernah maka bisa dipastikan bahwa komunitas dalam keadaan mati suri.
Merujuk pada hal tersebut, jika kita melihat komunitas metal yang ada di Bali; khususnya di Denpasar dan sekitarnya sebagai barometer perkembangan musik metal Bali, bisa dikatakan bahwa kehidupan komunitas metal cukup aktif. Hampir setiap minggu digelar pentas – pentas musik yang menampilkan band – band ekstreme baik yang mengisi penuh sebuah event atau hanya sebagai pendukung saja. Bahkan beberapa waktu lalu selama 3 hari berturut – turut digelar event metal di 3 tempat berbeda! Di hari jum'at digelar di Kuta, Sabtunya di Tabanan dan Minggu di Ubud. Bahkan gilanya lagi event di peliatan Ubud digelar sejak siang hari hingga tengah malam!!!
Trend maraknya event musik ekstreme di Bali ini bahkan bisa dikatakan jauh melebihi komunitas – komunitas musik ekstreme di luar Bali. Bahkan di Jakarta atau Bandung pun; yang notabene sebagai acuan perkembangan musik extreme metal di Indonesia geliat pentas musik ini tidak seramai di Bali. Hal ini diakui sendiri oleh Eko, salah seorang pegiat metal dari Bandung yang menyatakan kekagumannya akan maraknya pentas musik metal di Bali khususnya Denpasar. Metalhead lainnya dari Jakarta; Kelly Antonio yang dihubungi via email juga menyampaikan hal yang senada "wah kalo event musik di Jakarta bisa seramai di Bali, bakalan asyik tuh! Metal bisa semakin menggila lagi!!"
Banyak hal positif yang bisa didapat dari ramai dan beragamnya pagelaran musik cadas tersebut. Band, terutama bagi yang terhitung baru terbentuk mempunyai kesempatan yang lebih banyak unjuk gigi. Jadi tidak hanya rajin latihan saja, tapi bisa langsung mempertontonkan "kesaktian" mereka dalam menggemuruhkan musik yang bagi telinga awam tidak lebih dari nada – nada yang tidak beraturan. Dan yang lebih penting, seharusnya, dengan semakin banyaknya jam terbang, skill dari band akan semakin terasah.
Para penikmat musik (baca: fans) pun bisa terpuaskan. Para metaller yang kebetulan tidak dianugerahi kemampuan untuk main band bisa memuaskan diri menikmati sajian metal yang memang lebih terasa energinya jika dinikmati secara langsung disebuah venue. Penyelenggara? Jangan ditanya lagi, sebab semakin banyak event yang digelar itu berarti semakin banyaknya pemasukan yang didapat baik dari sponsor atau dari tiket. Sebuah hukum ekonomi yang sangat manusiawi.:)
Tapi apakah dengan banyaknya event tersebut bisa membuat komunitas menjadi lebih berkualitas? Terlepas dari segi positifnya, ternyata kuantitas penyelenggaraan event yang sangat banyak disadari atau tidak juga bisa menjadi bumerang bagi komunitas itu sendiri. Dengan frekwensi yang teramat sering dikhawatirkan bisa membuat pagelaran menjadi garing. Apalagi jika penampilnya hanya band itu – itu saja. Hal tersebut diperparah jika band yang tampil tidak memberikan susatu yang berbeda dan baru disetiap gignya. Hanya merupakan pengulangan – pengulangan saja. Dari gig ke gig kita seakan – akan melihat band yang sedang latihan di studio saja. Hanya bedanya latihan mereka ada diatas stage dan ditonton banyak orang.
"Saya malas datang ke tempat konser sekarang, membosankan! Apalagi yang tampil band – band itu saja. Mending jika mereka mainnya bagus. Kecuali mungkin jika yang tampil band luar baru saya akan nonton lagi" seru Andi, metalhead dari Ubung. Apa yang dilontarkan Andi ini mungkin bisa menjadi gambaran dan perwakilan pendapat dari banyak lagi metalhead mengenai maraknya gig – gig tersebut.
Yang menarik juga, ramainya penonton sebuah event ternyata bukanlah dihadiri oleh metalfreaks yang ingin menyaksikan band – band yang tampil. Sebagian besar dari penonton itu adalah merupakan teman dari band yang tampil. Banyak dari mereka yang datang ke venue sebatas ingin menyaksikan teman mereka tampil, tidak lebih. Made Jendra; salah seorang penonton yang dijumpai di sebuah konser di bilangan Kuta mengatakan "Ah kalau saya sih datang cuman buat support temen yang main aja, ramai – ramai gitu. Saya sendiri sebenernya nggak senang sama musiknya. Demen – demen ati gen bli!".
Nah sekarang tinggal kearifan kita semua terutama dari band dan juga penyelenggara, bagaimana mengemas sebuah event menjadi sebuah tontonan yang berkualitas dan tidak monoton. Sehingga bisa memberikan kontribusi yang positif bagi kemajuan scene metal di tanah Dewata ini.
note: Artikel ini beberapa bulan lalu pernah dimuat di majalah BM2...
Rock In Solo 2023 .......vacation,kuliner dan crowd surfing
-
Sempat mengalami pengalaman yang tidak mengenakan oleh crowd control yg
dilakoni oleh keamanan local ketika finish menjalankan ritual crowd surfing
d...
11 bulan yang lalu
memang benar, peningkatan frekwensi pagelaran musik metal tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kualitas band yang tampil.
BalasHapustetapi keadaan sekarang aku pikir sudah lebih mudah dan membuat band memiliki banyak pilihan : ingin tetap disukai dengan terus menciptakan karya-karya yang bagus atau cukup menjadi band kenangan?!
kepentingan dalam penyelenggaraan suatu pagelaran musik sangat banyak, ada event organiser, sponsor, penyedia jasa pendukung, media massa, band... dsb. ketika Komuitas metal ini berkembang, masing-masing dari mereka melihat itu sebagai peluang.
kita lihat saja bagaimana perkembangannya..sambil mendorong agar band2 metal bali terus membuat karya2 terbaik mereka.
salam
kumkum